MAKALAH
FILSAFAT
PERENIALISME DALAM PENDIDIKAN
SEMESTER
GANJIL TAHUN AKADEMIK 2016/2017
Disusun Oleh:
Kelompok
Nama Kelompok
|
: 4 (Empat)
: 1. Bebi Ramalia Alfi (NPM :
165040060)
2. Rilla Rosalina (NPM : 165040045) 3. Fadiah Ashfahani Arifah (NPM :165040053) 4. Rizky Dwimas F. (NPM :165040054) 5. Sandi Taufik Hidayat (NPM :165040062) 6. Dilla Sinta Agnesia P. (NPM :165040078) 7. Maryam Syahidah (NPM : 165040084) |
Prodi/Kelas
|
: Pendidikan Biologi/B
|
Mata Kuliah
|
: Pengantar Filsafat Pendidikan
|
Dosen
|
: Elfa Michelia Karima,
S.Pd,M.Pd.
|
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
dukungan, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini
Penulis menyadarai bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak. Akhir penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
|
|
Bandung, 24 November 2016
Penyusun
KELOMPOK 4
i
|
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumsan Masalah........................................................................... 1
C. Tujuan
Makalah............................................................................ 1
D. Manfaat Makalah.......................................................................... 2
II. PEMBAHASAN
A.
Hakikat Aliran Perenialisme ......................................................... 3-4
B.
Sejarah Perkembangan Aliran Perenialisme................................... 4-5
C.
Beberapa Filsuf Aliran Perenialisme............................................. 6-7
D.
Hakikat Pendidikan Menurut Aliran Perenialisme......................... 7-11
III. PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 12
B. Saran............................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Proses pendidikan
adalah proses perkembangan yang yang memiliki tujuan. Tujuan proses
perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan, kematangan. Sebab potensi
manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh menuju ketingkat kedewasaan,
kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila prakondisi alamiah dan sosial
manusia memungkinkan misalnya: iklim, makanan, kesehatan, keamanan sesuai
dengan kebutuhan manusia adanya aktifitas dan lembaga-lembaga pendidikan
merupakan jawaban manusia atas problema itu. Karena manusia berkesimpulan, dan
yakin bahwa pendidikan itu mungkin dan mampu mewujudkan potensi manusia sebaga
aktualitas, maka pendidikan itu diselenggarakan.
Timbulnya problem dan
pikiran pemecahan itu adalah bidang pemikiran filsafat dalam hal ini filsafat
pendidikan berarti pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan
kata lain ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan
dan pembinaan manusia, ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas
penyelenggaraan pendidikan.
Aliran maupun gagasan
tokoh dalam filsafat khususnya dalam bidang pendidikan membawa dalam
kehidupan Salah satu aliran filsafat pendidikan ialah perenialisme.
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan
keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan
dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari.
Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut ,
kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
maka didapat beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan aliran perenialisme ?
2. Bagaimana
sejarah perkembangan aliran perenialisme ?
3. Siapa
sajakah filsuf aliran perenialisme ?
4. Bagaimana
hakikat aliran perenialisme ?
C. Tujuan
Makalah
Berdasarkan latar
belakang dan rumusan masalah diatas, maka didapat tujuan penyusunan makalah
ini, yakni sebagai berikut :
1
1. Sebagai
salah satu bentuk pemenuhan tugas kelompok dari matakuliah “Filsafat
Ilmu Pendidikan pada semester 1
(satu) ini.
2. Untuk
mengetahui hakikat aliran perenialisme yang mencakup pengertian aliran
perenialisme.
3. Untuk
mengetahui sejarah perkembangan aliran perenialisme.
4. Untuk
mengetahui pandangan filsuf aliran perenialisme.
5. Untuk
mengetahui hakikat pendidikan menurut aliran perenialisme.
D. Manfaat
Makalah
Adapun beberapa manfaat yang
diperoleh dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui konsep dasar aliran perenialisme.
2. Mengetahui
implementasi konsep dasar aliran perenialisme pada pendidikan.
3. Sebagai
pedoman bagi para pembacanya untuk mengetahui lebih lanjut tentang konsep dasar
aliran perenialisme sebagai salah satu aliran filsafat.
aliran perenialisme sebagai salah satu aliran filsafat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Aliran
Perenialisme
Perenialisme berasal dan kata perenial yang diartikan
sebagai continuing througbout the whole year atau lasting for a very
long time(abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada akhir. Esensi
kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau
norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil analogi realita sosial
budaya manusia, seperti realita sepohon bunga yang terus menerus mekar dari
musim ke musim, datang dan pergi, berubah warna secara tetap sepanjang masa,
dengan gejala yang terus ada dan sama. Jika gejala dari musim ke musim itu
dihubungkan satu dengan yang lainnya seolah-olah merupakan benang dengan corak
warna yang khas, dan terus menerus sama.
Perenialisme
memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad
pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan
zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah
lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan
tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu
merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini.
Filsafasat pendidikan
Perenialisme adalah mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh
dengan kekacauan dan ketidak pastian,dan ketidak teraturan terutama
dalam tatanan kehidupan moral,intelektual,dan sosio kultural,untuk memperbaiki
keadaan ini dengan kembali kepada nilai nilai atau prinsip umum yang telah
menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu abad pertengahan (Perealisme
membicarakan tentang nilai kebenaran,nilai ini sudah ada pada setiap budaya
yang ada pada masyarakat).
Ciri
Utama memandang Perenialisme bahwa keadaan
sekarang adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan,
kebingungan dan kesimpang siuran, berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman
yang membutuhkan usaha untuk mengaman lapangan moral,inteltual dan lingkungan
sosial kultural yang lain,ibarat kapal yang akan berlayar zaman memerlukan
pangkalan dan arah tujuan yang jelas .
Perenialisme
mempunyai ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri itu adalah (Sadullah Uyoh,2004:
23) :
3
1. Perenialisme
berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato, Aristoteles
dan
Santo Thomas Aquines.
Santo Thomas Aquines.
2. Sasaran
pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan
nilai-nilai
abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.
abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.
3. Nilai
bersifat tak berubah dan universal.
4.
Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai
zaman pertengahan
(renaissance).
(renaissance).
Kondisi dunia yang
terganggu oleh budaya yang tak menentu yaang berada dalam kebingungan dan
kekacauan seperti diungkapkan diatas, maka dengan ini memerlukan usaha serius
untuk menyelamatkan manusia,dari kondisi yang mencekam dengan mencari dan
menemukan orientasi dan tujuan yang jelas,dan ini adalah tugas utama filsafat
pendidikan.perenialisme dalam hal ini mengambil jalan regresif dengan
mengembalikan arahnya seperti yang menjadi prinsip dasar perilaku yang dianut
pada masa kuno dan dan abad pertengahan.
Motif Perenialisme
dengan mengambil jalan regresif bukanlah hanya nostaligia atau rindu akan nilai
nilai lama untuk diingat atau dipuja,melainkan berpendapat bahwa nilaai
tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembaangunan kebudayaan abad ke dua
puluh.prinsip prinsip aksiomatis yang terikat oleh waktu itu terkandung dalam
sejarah.
Perenialisme memiliki
dasar pemikiran yang melekat pada aliran klasik yang ditokohi oleh
plato,aristoteles,augustinus,dan aquinas,perenialisme dalaam konteks pendidikan
ditokohi oleh Robert maynard Hutchins,Mortimer J.Aadler,dan Sir Richard
livingstone.
Prinsip mendasar
perenialis kemudian dikembangkan pula oleh Sayyed Husein Nasr seorang filsuf
islam kontemporer yanh mengatakan bahwa manusia memiliki fitrah yang sama yang
berpangkal pada asal kejadiannya yang fitri yang memiliki konsekuensi logis
pada watak kesucian dan kebaikan.perenialisme dalam konteks Sayyed Husein Nasr
terlihat hendak mengembalikan kesadaran manusia akan hakikatnya yang fitri akan
membuatnya berwatak kesucian dan kebaikan.
Dalam perjalanan
sejarahnya,perenialisme berkembang dalam dua sayap yang berbeda yaitu golongan
teologis yang ingin menegkkan supremasi ajaran agama dan
dari kelompok yang skuler yang berpegang teguh dengan ajaran filsafat Plato Dan
Aristoteles.
B. Sejarah
Perkembangan Aliran Perenialisme
Pendukung filsafat
perenialis adalah Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler. Hutchins dalam
Uyo Sadulloh (2008:155) mengembangkan suatu kurikulum berdasarkan penelitian
terhadap Great Books (Buku Besar Bersejarah) dan pembahasan buku-buku klasik.
Perenialis menggunakan prinsip-prinsip yang dikemukakan Plato, Aristoteles, dan
Thomas Aquino. Pandangan-pandangan Plato dan Aristoteles mewakili peradaban
Yunani Kuno serta ajaran Thomas Aquino dari abad pertengahan.
4
Filsafat perenialisme
terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran
filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh
St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme
memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad
pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan
zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah
lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk
kembali kemasa lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan
yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan
bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Asas-asas filsafat
perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap,
yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja
Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan
perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato
dan Aristoteles.
Pendapat di atas
sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat
pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang
sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST.
Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama
Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama
Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham
gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama
perenialisme. Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam
lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain
seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya
mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme
atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas
dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu
pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan
empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal,
maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di
kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat
spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya,
manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun
yang bersendikan religi.
5
C. Beberapa
Filsuf Aliran Perenialisme
Pandangan para tokoh
mengenai perenialisme yaitu :
1. Plato
Plato (427-347 SM),
hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu filsafat
sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral merupakan sofisme adalah manusia
secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak
ada kepastian dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato
berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau
kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang
berasal dari realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia ideal”,
bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah
ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi.
Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan
nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan
menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.
2. Aritoteles
Aritoteles (384-322
SM), adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat
gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realism (realism
klasik). Cara berfikir Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang
menekankan berfikir rasional spekulatif. Arithoteles mengambil cara berfikir
rasional empiris realitas. Ia mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas,
yang lebih dekat dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.
Aristoteles hidup
pada abad keempat sebelum Masehi, namun ia dinyatakan sebagai pemikir abad
pertengahan. Karya-karya Arithoteles merupakan dasar berfikir abad pertengahan
yang melahirkan renaissance. Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia
mendapat sebutan sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan akan menghasilkan
kabahagiaan dan kebajikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau perenuangan
pasif, melainkan merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.
Menurut Arithoteles
dalam Uyo Sadulloh (2008:153) manusia adalah makhluk materi dan rohani
sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada
dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar akan
menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia
sempurna. Manusia sebagai hewan rasional memiliki kesadaran intelektual dan
spiritual, ia hidup dalam alam materi sehingga akan menuju pada derajat yang
lebih tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, alam supernatural.
3. Thomas
Aquina
Thomas Aquina mencoba
mempertemukan suatu pertentangan yang muncul pada waktu itu, yaitu
antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetulnya dengan filsafat Aritoteles,
sebab pada waktu itu yang dijadikan dasar pemikiran logis adalah filsafat
neoplatonisme dari Plotinus yang dikembangkan oleh St. Agustinus.
6
Menurut Aquina, tidak terdapat
pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran
agama (Kristen). Keduanya dapat berjalan dalam lapangannya masing-masing.
Thomas Aquina secara terus menerus dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya
kepada filsafat Aristoteles.
Menurut Bertens dalam
Uyo Sadulloh (2008:154) Pandangan tentang realitas, ia mengemukakan, bahwa
segala sesuatu yang ada, adanya itu karena diciptekan oleh Tuhan, dan
tergantung kepada-Nya. Ia mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam menciptakan
dunia. Dunia tidak mengalir dari Tuhan bagaikan air yang mengalir dari sumbernya,
seperti halnya yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme dalam ajaran mereka
tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua hal dalam
pemikiran tentang realitannya, yaitu : 1) dunia tidak diadakan dari semacam
bahan dasar, dan 2) penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja.
Dalam masalah
pengetahuan, Thomas Aquina mengemukaan bahwa pengetahuan itu diperoleh sebagai
persentuhan dunia luar dan oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain
pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu, manusia dapat memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman dan rasionya (di sinilai ia mempertemukan
pandangan filsafat idealism, realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat Thomas
Aquina disebut tomisme. Kadang-kadang orang tidak
membedakan antara perenialisme dengan neotonisme. Perenialisme adalah sama
dengan neotonisme dalam pendidikan.
D. Hakikat
Pendidikan Menurut Aliran Perenialisme
Pendidikan menurut
Aliran Perenialisme dipandang sebagai Education As Cultural Regression :
Pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap
sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan
tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat
dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal
tersebut. Perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat
universal dan abadi.
Robert M. Hutchins
dalam Jalaluddin Abdullah (2007:116) mengemukakan “Pendidikan mengimplikasikan
pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan dalah
kebenaran. Kebenaran di mana pun dan kapan pun adalah sama. Karena itu
kapan pun dan di mana pun pendidikan adalah sama”. Selain itu pendidikan
dipandang sebagaisuatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri.
1. Tujuan
Umum Pendidikan
Menurut Jalaluddin
Abdullah, tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah
kematangan. Matang dalam artian hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu
mndapat tuntunan, sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba
dasar. Dengan pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung,
peserta didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan yang lain.
7
Menurut Thomas
Aquinas dalam Jalaluddin Abdullah (2007:117) tujuan pendidikan ialah sebagai
usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas,
aktif, dan nyata.
Menurut Robert
Hatchkins dalam Jalaluddin Abdullah (2007:118) tujuan pendidikan adalah
mengembangkan akal budi sepaya peserta didik dapat hidup penuh kebijaksanaan
demi kebaikan hidup itu sendiri.
Berdasarkan pendapat
tujuan pendidikan yang dikemukakan para ahli diatas maka dapat disimpulkan
tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan peserta didik untuk hidup bahagia
demi kebahagiaannya sendiri. Dengan mengembangkan akalnya maka akan dapat
mempertinggi kemampuan berpikirnya. Pendidikan membantu anak menyingkapi dan
menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki, oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu
universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi
tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai
dengan sebaik-baiknya melalui :
a. Latihan
intelektual secara cermat untuk melatih pikiran.
b. Latihan
karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spiritual.
2. Hakikat
Guru
Tugas utama dalam
pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang memberikan
pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan
anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah
mendidik dan mengajarkan.
Menurut Zuhairini
Arikunto dalam Jalaluddin Abdullah (2007:118) peran guru adalah mengajar dan
memberikan bantuan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi-potensi
yang ada padanya.
Guru mempunyai
peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Guru
hendaknya orang yang menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru yang ahli (a
master teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa
menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat, dan wataknya tanpa cela. Guru
dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan
dan keahliannya tifdak diragukan.
3. Hakikat
Murid
Murid dalam aliran
perenialisme merupakan makhluk yang dibimbing oleh prinsip-prinsip pertama,
kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia biologis. Hakikat
pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai kepada subyek didik,
mencakup totalitas aspek kemanusiaan, kesadaran, sikap dan tindakan kritis
terhadap seluruh fenomena yang terjadi di sekitarnya.
8
Pendidikan bertujuan
mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang
melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan dan indera.
Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya
: spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara
individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah
kebaikan dan mencapai kesempurnaan.
4. Proses
Belajar Mengajar
Tuntutan tertinggi
dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan disiplin mental. Maka,
teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada tuntunan tersebut. Teori
dasar dalam belajar menurut Perenialisme terutama:
a. Mental
dicipline sebagai teori dasar
Menurut Perenialisme
sependapat latihan dan pembinaan berpikir adalah salah satu kewajiban tertinggi
dalam belajar, atau keutamaan dalam proses belajar. Karena program pada umumnya
dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
b. Rasionalitas
dan Asas Kemerdekaan
Asas berpikir dan
kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas berpikir harus
disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan hendaknya
membantu manusia untuk dirinya sendiri yang membedakannya dari makhluk yang
lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu aktualisasi diri
manusia sebagai makhluk rasional yang bersifat merdeka.
c. Leraning
to Reason (belajar untuk berpikir)
Bagaimana tugas berat
ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir. Perenialisme tetap
percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak.
Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan
berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok
pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
d. Belajar
sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu
berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral dan kebajikan
intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk berpikir
berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik etika, sosial
politik, ilmu dan seni.
e. Learning
through teaching
Dalam pandangan
Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak,
melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara
mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensiself discovery,
9
dan ia melakukan otoritas moral
atas murid – muridny, karena ia seorang profesional yang memiliki kualifikasi
dan superior dibandingkan dengan murid – muridnya. Guru harus
mempunyai aktualitas yang lebih
5. Kurikulum
Kurikulum menurut
kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan
sains. Untuk menjadi “terpelajar secara cultural” para siswa harus berhadapan
dengan bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik yang diciptakan oleh
manusia.
Dua dari pendukung
filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai
rector the University of Chicago, Hutchin dalam Uyo Sadulloh
(2008:155) menegembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan
penelitan terhadap Buku besar bersejarah (Great Book) dan pembahasan buku-buku
klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam seminar-seminar kecil. Kurikulum
perenialis Hutchins didasarkan pada tiga asumsi mengenai pendidikan :
a. Pendidikan
harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus menerus.
Kebenaran apapun akan selalu benar dimanapun juga. Kebenaran bersifat universal
dan tak terikat waktu.
b. Karena
kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan –
gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan- gagasan . pengolahan
rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan
c. Pendidikan
harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam mengenai
gagasan – gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar
dan kritis seperti metoda pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang
sama pada siswa.
Pandangan – pandangan
kurikulum menurut aliran perenialisme yang mempengaruhi praktik pendidikan.
a. Pendidikan
Dasar dan Menengah
Ø Pendidikan sebagai
persiapan
Perbedaan
Progresivisme dengan Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as
preparation”. Dewey dan tokoh – tokoh Progresivisme yang lain menolak pandangan
bahwa sekolah (pendidikan) adalah persiapan untuk kehidupan. Tetapi
Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di
dalam masyarakat. Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada
dalam fase potensialitas menuju aktualitas, menuju kematangan.
Ø Kurikulum Sekolah
Menengah
Prinsip kurikulum
pendidikan dasar, bahwa pendidikan sebagai persiapan, berlaku pula bagi
pendidikan mencegah. Perenialisme membedakan kurikulum pendidikan menengah
antara program, “general education” dan pendidikan kejuruan, yang terbuka bagi
anak 12-20 tahun.
10
b. Pendidikan
Tinggi dan Adult Education
Ø Kurikulum Universitas
Program “general
education” dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult education. Pendidikan
tinggi sebagai lanjutan pendidikan menengah dengan program general education
yang telah selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun sebab dianggap telah cukup
mempunyai kemampuan melaksanakan program pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi
pada prinsipnya diarahkan untuk mencapai tujuan kebajikan intelektual yang
disebut “The intellectual love of good”.
Ø Kurikulum Pendidikan
Orang Dewasa
Tujuan pendidikan orang
dewasa ialah meningkatkan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam pendidikan
lama sebelum itu, menetralisir pengaruh – pengaruh jelek yang ada. Nilai utama
pendidikan orang dewasa secara filosofis ialah mengembangkan sikap bijaksana,
guna merenorganisasi pendidikan anak – anaknya, dan membina kebudayaannya.
Malahan Hutchins mengatakan, pendidikan orang dewasa adalah jalan menyelamatkan
kehidupan bangsa – bangsa.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Filsafat
perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat
abadi.
·
Filsafasat
pendidikan Perenialisme adalah mengemukakan bahwa situasi dunia saat
ini penuh dengan kekacauan dan ketidak pastian,dan ketidak teraturan
terutama dalam tatanan kehidupan moral,intelektual,dan sosio kultural,untuk
memperbaiki keadaan ini dengan kembali kepada nilai nilai atau prinsip umum
yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu abad pertengahan
(Perealisme membicarakan tentang nilai kebenaran,nilai ini sudah ada pada
setiap budaya yang ada pada masyarakat).
·
Beberapa
tokoh aliran filsafat perenialisme diantaranya:Plato (427-347 SM), Aritoteles
(384-322 SM) dan Thomas Aquina ()
·
Tujuan
pendidikan menurut aliran perenialisme adalah untuk mewujudkan peserta
didik untuk hidup bahagia demi kebahagiaannya sendiri. Dengan mengembangkan
akalnya maka akan dapat mempertinggi kemampuan berpikirnya.
B. Saran
·
Sebagai
guru professional sudah sepantasnya kita mengetahui filsafat pendidikan
perenialisme yang dapat menunjang wawasan dan pengetahuan dibidang pendidikan.
·
Selain
memahami filsafat pendidikan perenialisme kita juga harus mampu melaksanakan
pembeajaran sesuai dengan tujuan pendidikan nasional di Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
12
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin,A.2013.Pendidikan
Filsafat Perenialisme dalam Pembelajaran.
(online) https://afidbur
hanuddin.wordpress.com/2013/11/22/pendidikan-filsafat-perenialisme-dalam-pembelajar an/
diakses pada 24 November 2016
Jalaluddin,A.I.2007. Filsafat Pendidikan.Yogyakarta : Media
Ar-Ruzz.
Latif, Mukhtar.2014.Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu.Jakarta : Kencana.
Rusdiani,E.2013. Makalah Filsafat Tentang Aliran Perenialisme
dan Rekonstruksionisme. (online) http://7893mimie.blogspot.co.id/2013/12/makalah-evaluasi-tentang-aliran.html diakses
pada 24 November 2016
13
No comments:
Post a Comment